Ketika seseorang non-based IT bicara gampang dengan gamblang sama orang based IT itu rasanya seperti seperti di sambar pertir di siang hari 😂
“Harus bisa, saya aja bukan IT, tapi bisa autocad…”, kata seorang teman bercerita tentang skillnya,
“Really…??”, dalam hati saya bergumam keras, lantas bertanya… “Mana coba saya pengen lihat projectnya”,
Lalu saya cuma bilang “iya sih hehe, mantap itu…”, sambil saya malu-malu gitu, itupun karena menghargai jerih payahnya. Kalau saya mau ngomong sih, itu biasa saja, karena tanpa autocad pun saya bisa bikin design rumah yang serupa, misal dengan Sweet Home 3D1, aplikasi open source untuk design rumah. Tadinya saya pikir Autocad nya udah 3D, sudah bisa design engine, tower, bridge, interior ataupun sipil design.
Mungkin karena persepsi saya dengan dia yang berbeda, dalam bayangan saya, kata bisa autocad itu lebih komprehensif dari sekedar membuat design dengan dimensi 2D. Yah, inilah beban seorang based IT, semua di sama ratakan, layaknya Superman atau Dokter Umum. Bagi mereka yang non-based IT tidak ada beban kalaupun mereka tidak menguasai sebuah software secara komprehensif, tapi bagi seorang based IT (setidaknya bagi saya), minimal 70% baru berani mengatakan saya bisa dan mampu mengoperasikan sebuah software. Namun bisa saja pembicaraan itu sekedar untuk memotivasi diri saya pribadi, setidaknya saya anggap seperti itu.
Ada juga cerita lain teman saya, ketika ditanya tentang software SAP yang notabene bukan software untuk seorang based IT, tapi lebih diperuntukan bagi seorang Akuntan, walaupun SAP sendiri saat ini sudah bisa dikatakan sebuah software ERP, namun karena di Indonesia kebanyakan perusahaan yang menggunakan SAP masih digunakan untuk modul Akunting.
Terkadang miris juga kalau sudah seperti itu, seperti sudah tidak ada harganya lagi bagi seorang based IT. Walaupun demikian, saya tetap menghargai orang-orang yang mau belajar walaupun bukan dibidangnya, selama tidak merendahkan profesi orang lain dan menganggap enteng pekerjaan orang lain.